Gedung Megah di Bumi Seuramoe Meukah

Tampak dari depan gedung Museum Tsunami Aceh
(Sumber: Dok. Pribadi)
Beberapa foto Museum Tsunami Aceh
(Sumber: dari berbagai situs)
                                          
Assalamuaikum saudara-saudara semua. Siapa sih yang tidak suka dengan wisata? pasti semua suka kan? Pernah jalan-jalan ke Kota Banda Aceh ngak? Kalian tahu gak sih, Kota Banda Aceh adalah salah satu kota yang memiliki banyak tempat wisata. Kalau kalian pernah sekali ke Kota Banda Aceh, pasti akan ke Kota Banda Aceh lagi deh, soalnya kalau kalian ke Kota Banda Aceh rasanya tuh nyaman, tenteram, & yang pastinya happy, pokoknya Kota Banda Aceh "Is the Best" banget. Oke, to do point aja, Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas dan mempromosikan ke kalian semua mengenai tempat wisata yang ada di Kota Banda Aceh yaitu Museum Tsunami Aceh. Mau tahu lebih lanjut mengenai Museum Tsunami Aceh? Ayo baca yang berikut ini!! 



(Sumber: Dok. Klik disini)

Museum Tsunami Aceh merupakan salah satu museum yang di rancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004 yang lalu, sekaligus sebagai pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat jika terjadinya tsunami. Meseum Tsunami salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi di Kota Banda Aceh. Saya sangat kagum dengan Museum Tsunami yang ada di Kota Banda Aceh, sebab gedung yang megah nan indah tersebut berdiri di tengah pusat kota di keramaian orang sehingga mengalahkan gedung-gedung lain yang bediri di sekitarnya. 


(Sumber: Dok. Pribadi)
Tampak dari samping kanan gedung Museum Tsunami Aceh
(Sumber: Dok. Pribadi)

Kadang-kadang saya berpikir dalam hati, dengan terjadinya tragedi gempa dan tsunami pada tahun 2004 silam itu, membuat Aceh lebih maju dan terkenal di seluruh dunia di bandingkan dengan tahun-tahun sebelum terjadinya gempa dan tsunami. Salah satu buktinya adalah Museum Tsunami yang ada di jalan Sultan Iskandar Muda (Blang Padang) yang terletak di pusat Kota Banda Aceh yang merupakan ibukota dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mungkin, apabila tidak terjadi gempa dan tsunami tahun 2004 lalu pasti tidak mungkin ada gedung yang semegah ini di Aceh, dan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Aceh saat ini.


Peta letak Museum Tsunami Aceh
(Sumber: Dok. Google map)

Menurut salah satu karyawan yang bekerja di Museum Tsunami "Paling rame pada hari-hari libur, yang mengunjunginya bukan hanya masyarakat yang berasal dari Indonesia, tetapi ada juga turis dari luar negeri" Ungkapnya. Saat itu, saya juga bertanya pada seorang pengunjung alasan berkunjung ke Museum Tsunami, terus dia jawab "Saya mengunjungi Museum Tsunami karena saya tidak ingin melupakan sejarah yang sudah berlalu". 

Selain itu, pada saat saya mengambil beberapa foto di Museum Tsunami Aceh, ada pasangan suami istri yang sedang berfoto-foto di depan Museum Tsunami, kemudian meminta tolong kepada saya untuk mengambil foto mereka berdua "dek, boleh minta tolong fotoin kami gak, soalnya gak ada yang foto dari tadi, kapan lagi coba bisa berfoto di Museum Tsunami Aceh ?" ungkapnya. Terus saya jawab "boleh bang", setelah saya mengambil beberapa fotonya, saya bertanya kepada mereka "Abang sama kakak ini dari mana yaa?" terus mereka jawab "Dari Palembang dek", terus mereka balik tanya kepada saya "Kalau adek ini dari mana? terus saya jawab "Dari luar Banda Aceh juga, saya lagi kuliah di Banda Aceh". Terus mereka bilang "Makasih yaa dek", "Sama-sama  " jawab saya, dan saya pun langsung melanjutkan mengambil beberapa foto.


(Sumber: Dok. Pribadi)
(Sumber: Dok. Pribadi)
Tampak dari depan gedung Museum Tsunami Aceh
(Sumber: Dok. Pribadi)

Saat ini, Museum Tsunami salah satu objek wisata tsunami yang ada di Kota Banda Aceh selain PLTD Apung, Kuburan Massa Ulee Lheu, Rumah Tsunami, Kapal di Atas Rumah, dan masih banyak yang lainnya yang patut di kunjungi jika jalan-jalan ke Kota Banda Aceh. Pada tahun 2011 yang lalu, saya pertama kali ke Kota Banda Aceh setelah terjadinya tsunami. Saat itu saya melakukan test SNMPTN untuk melanjutkan studi saya di Kota Banda Aceh, tepatnya di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Saat itu saya di ajak jalan-jalan bersama kawan-kawan saya. Salah satu tempat tujuan kami saat itu yaitu ke Museum Tsunami Aceh. 

Saat pertama kali nya saya melihat gedung nya, membuat hati saya sangat senang, dikarenakan pada saat sebelum gempa stunami terjadi, di Kota Banda Aceh tidak ada gedung semegah ini. Museum Tsunami salah satu tempat wisata yang banyak di kunjungi masyarakat dari Aceh atau dari luar Aceh. 

       
                                         Tampak bagian depan gedung Museum Tsunami                 (Sumber: Dok. Pribadi)
                                 







Welcome to Museum Tsunami Aceh
Date, 05 April 2014 


Bagian depan gedung Museum Tsunami menuju pintu masuk
(Sumber: Dok. Pribadi)

Hari ini, tepat hari ulang tahun saya yang ke -21 tahun, dan pada hari ini saya bersama kawan-kawan mengunjungi salah satu tempat wisata yang ada di Kota Banda Aceh yaitu Museum Tsunami Aceh. Sebelumnya saya juga pernah beberapa kali ke Museum Tsunami, tapi hari ini spesial dari hari-hari sebelumnya, karena hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun saya.  

Sebelum kami masuk ke dalam gedung, terlebih dahulu kami menitipkan tas pada tempat penitipan tas yang telah disediakan, karena pengunjung di larang membawa masuk tas ke dalam gedung. Setelah menitip tas di tempat penitipan tas, kami langsung masuk ke dalam, kami masuk lewat pintu depan di sana ada beberapa karyawan Museum Tsunami yang sedang bertugas, dan kami pun menyapa dan memberikan senyuman manis kami kepada karyawan Museum tersebut, kan senyuman itu termasuk ibadah. 

Museum Tsunami Aceh bukan hanya sebuah gedung yang megah yang terletak di pusat Kota Banda Aceh, tetapi yang terdapat pada gedung tersebut memiliki makna atau filosofi tersendiri. Mau tahu filosofinya apa saja? Lanjutkan baca yang berikut ini dan ayo ke Museum Tsunami Aceh. 

Kami langsung masuk melewati jalan yang dinamakan "Lorong Stunami (Tsunami Alley)". Langkah demi langkah kami  melewati lorong tersebut dalam beberapa menit, karena lorong tersebut lumanyan jauh yang memiliki panjang 30 meter dan tinggi hingga 19-23 meter. Ini melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 yang lalu. Suasana pun membuat kami merinding. Bagaimana tidak, pada saat melewati lorong tersebut, terdengar suara alunan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang sangat merdu dan menyentuh kalbu. 

Selain itu, di dinding lorong tersebut juga ada air yang mengalir di kedua sisi dinding museum, dengan gemuruh air dan cahaya yang remang-remang agak gelap, lembab dan lorong yang sempit. Ini mendeskripsikan perasaan rasa takut masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi. "Takut,, Edy" ujar salah satu kawan saya. Terus saya jawab "Ngapain takut, disini gak ada hantu loh" hahaha.. 

Saat melewati Lorong Tsunami(Tsunami Alley)
(Sumber: Dok. Pribadi)
Akhirnya kami pun tiba di dalam gedung. Oouwwww  ... gedungnya sangat indah sekali, saya begitu kagum dengan desain dan isi gedungnya. Saya berpikir, ini pasti orang yang hebat di bidang arsitekstur yang mendesainnya. Setelah saya browsing di internet ternyata yang desain gedung Museum Tsunami Aceh tersebut yaitu Ridwan Kamil seorang arsitekstur terkenal asal Indonesia. 

Setelah itu saya melihat-lihat didalamnya, ternyata di dalam gedung tersebut banyak ruang-ruang panel yang isinya berbeda-beda, mulai dari nama-nama korban gempa tsunami sampai barang-barang yang berkenaan dengan gempa tsunami 2004 yang lalu. Setelah itu kami masuk ke dalam Ruang Kenangan (Memorial Hall), di dalam ruangan tersebut berisikan foto-foto kenangan pada monitor saat gempa dan tsunami, fotonya bergantian secara otomatis, jadi kita tidak perlu repot-repot  mengeserkan fotonya. 

Di ruangan ini memiliki 26 monitor sebagai lambang dari tanggal terjadinya tsunami yang melanda Aceh. Setiap monitor tersebut menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana stunami yang terjadi, pada monitor tersebut menampilkan sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide. 

Ruang dengan dinding kaca ini memliki filosofi keberadaan di dalam air laut (gelombang tsunami). Ketika memasuki ruangan ini, kami seolah-olah tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut. Adapun monitor-monitor yang terdapat dalam ruangan ini dilambangkan sebagai bebatuan yang ada di dalam air, dan lampu-lampu remang yang ada di atap ruangan ini dilambangkan sebagai cahaya dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut.

Ruang Kenangan (Memorial Hall)
 (Sumber: Dok. Pribadi)

Setelah keluar dari Ruang Kenangan, kami langsung bergegas keluar dan kami masuk ke ruang selanjutnya yaitu Ruang Sumur Do'a (Chamber of Blessing). Ruangan ini berbentuk silinder dengan cahaya remang dengan ketinggian 30 meter. Di ruang ini berisi sekitar 2.000 nama-nama korban gempa dan tsunami tahun 2004 lalu yang terdapat pada dinding ruang ini. 

"MasyaAllah begitu banyak korban yang meninggal dunia saat gempa dan stunami yang lalu" ungkap saya. Saya jadi terharu dan meneteskan air mata, dan suasana pun pecah saat kami melihat ke atas ruangan tersebut, karena di bagian atas ruang tersebut terdapat tulisan kalibrasi yang bertuliskan kata "Allah". 

Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami. Dan bagi pengunjung yang masuk ke ruangan ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut keyakinan masing-masing. Ruangan ini juga mengambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas dan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an, melambangkan bahwa manusia pasti akan kembali kepada Allah Swt.


Nama-nama korban yang meninggal dunia saat gempa dan tsunami
(Sumber: Dok. Pribadi)
Tulisan "Allah" di bagian atas cerobong
(Sumber: Dok. Pribadi)

Kami pun langsung keluar tak mau berlama-lama dalam keharuan. Setelah itu, kami melewati Ramp Cerobong yang lumanyan jauh. Ram Cerebong tersebut menghubungkan antara lantai dasar dengan lantai 2. Lorong ini di desain dengan lantai yang bekelok dan tidak rata sebagai bentuk filosofi dari kebingungan dan keputusasaan masyarakat Aceh saat di dera tsunami pada tahun 2004 silam. Kebingungan akan arah tujuan, kebingungan mencari sanak saudara yang hilang dan kebingungan karena kehilangan harta dan benda.

Lorong gelap yang membawa kami menuju cahaya alami melambangkan sebuah harapan bahwa masyarakat Aceh pada saat itu masih memiliki harapan dari adanya bantuan dari dunia untuk Aceh guna membantu memulihkan kondisi fisik dan psikologis masyarakat Aceh yang pada saat usia bencana mengalami trauma dan kehilangan yang besar.

Sebelum kami sampai di lantai 2, kami melewati Jembatan Harapan. Disebut jembatan harapan karena melalui jembatan ini pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara yang ikut membantu Aceh pasca tsunami. Di setiap bendera bertuliskan kata "Damai" dengan bahasa dari masing-masing negara sebagai refleksi perdamaian Aceh dari peperangan dan konflik sebelum tsunami terjadi. 

Di bawahnya (lantai dasar) terdapat kolam ikan hias yang indah, dan di pinggir-pinggir kolam tersebut terdapat batu-batu hias sebanyak 54 batu yang bertuliskan kata "Damai" dengan bahasa dari masing-masing negara. Batu tersebut berukuran besar dengan bentuk bundar (bulat) yang bertuliskan nama-nama negara yang menyumbang sumbangan atau membantu Aceh saat musibah gempa dan tsunami.

"Akhirnya sampai juga di lantai 2 setelah melewati jalan yang lumayan jauh", ungkap saya kepada kawan-kawan saya. kawan-kawan saya tidak menghiraukan perkataan saya tadi, mereka malah asyik-asyik berfoto bersama. 
 
Saat berada di Jembatan Harapan menuju ke lantai 2
(Sumber: Dok. Pribadi)

Saya dan kawan-kawan terus berjalan dan langsung masuk ke salah satu ruangan yang ada di lantai 2. Ruangan yang kami masuk pertama yaitu Ruangan Audio Visual (Audio Visual Room). Di dalam ruangan ini petugas Museum akan memutarkan video-video yang berkenaan dengan gempa dan tsunami selama beberapa menit, yang masuk ke ruangan nya pun harus melewati antrian, karena tidak bisa masuk orang-orang dalam jumlah banyak. 

Begitu mengharukan melihat orang-orang menangis yang tak mampu menahan jatuhnya air mata yang sedang menyaksikan tayangan tersebut. Sesudah kami menyaksikan video-video yang diputarkan tadi, dan kami pun keluar dari ruangan tersebut. "Benar-benar megah gedungnya, menurut aku ini tempat wisata yang harus di kunjungi, di kampung kita mana ada gedung seperti ini" ungkap salah satu kawan saya, dan saya menanggapi dengan sebuah senyuman. 
                   
Kaki kami pun mulai lelah, dan kawan saya berkata "harus tetap semangat kalau mau jadi traveller sejati, jangan cemen kek gitu". Kami pun melangkah ke ruangan selanjutnya yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi. Ruang kami masuk sekarang adalah Ruang Pamer Temporer. Di ruangan ini terdapat foto-foto dan lukisan yang berukuran besar yang berkenaan dengan evakuasi setelah tsunami berlangsung. Foto-foto nya terpampang dengan jelas menunjukkan betapa sedihnya orang-orang saat itu, dan tak berdaya menghadapi cobaan yang di berikan Allah Swt kepadanya.


Suasana di Ruang Pamer Temporer
(Sumber: Dok. Pribadi)

Setelah melihat-lihat, kami masuk ke ruangan yang tak jauh dari ruangan tadi sekitar beberapa langkah. Ruang yang kami tuju sekarang adalah Ruang Pamer Tsunami (Tsunami Exhibition Room), dimana dalam ruangan ini berisikan alat-alat peraga tentang tsunami mulai dari Pra Tsunami (Pre Tsunami), Saat Tsunami (While Tsunami) dan Pasca Tsunami (Post Tsunami). Dalam ruang ini begitu banyak alat-alat peraga dan barang-barang bekas tsunami yang dipamerkan di dalamnya.

  

                                                   
Beberapa alat peraga di dalam Ruang Pamer Tsunami 
(Tsunami Exhibition Room)
(Sumber: Dok. Pribadi)

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 16:10 WIB. "ini harus cepat-cepat kita ke lantai 3, karena pukul 16:30 WIB museum nya tutup", ungkap salah satu kawan saya. Dan dengan langkah yang cepat kami langsung naik tangga menuju lantai 3. Di lantai 3 tedapat beberapa ruang yang dapat di jadikan tempat pembelajaran (edukasi), di antaranya Ruang Geologi (Geology Room), Ruang Pendidikan (Survival Education Room), Ruang Stimulasi (Stimulation Room), Ruang Donor (Donor Room), Perpustakaan (Library) dan Souvenir (Souvenir Room).


Salah satu properti yang terdapat pada
Ruang Pendidikan (Survival Education Room)
(Sumber: Dok. Pribadi)
Ruang Geologi (Geology Room)
(Sumber: Dok. Pribadi)
Ruang Donor (Donor Room)
(Sumber: Dok. Pribadi)

Di ruang-ruang tersebut terdapat media-media pembelajaran, misalnya simulasi membuat konstruksi, seismograf (alat pendeteksi getaran gempa), pemodelan gelombang tsunami, dan berbagai konstruksi bangunan lainnya. Misalnya ada simulasi yang tidak jelas dapat di tanyakan kepada petugas. 

Pada Ruang Geologi, pengunjung dapat memperoleh informasi mengenai kebencanaan, bagaimana gempa dan tsunami itu terjadi, melalui penjelasan dari beberapa display dan alat simulasi yang terdapat dalam ruangan tersebut. Selain itu, di ruang ini juga di lengkapi dengan perpustakaan, yang dapat menambah pengetahuan tentang kebencanaan serta informasi tentang parawisata. Tepat di samping ruang perpustakaan, terdapat pula ruang souvenir yang menyediakan souvenir-souvenir Aceh mulai dari pernak-pernik sampai dengan pakaian. 

Setelah memasuki semua ruang yang ada di lantai 3, kami berencana mau naik ke lantai paling atas. Ternyata, pengunjung di larang menaiki lantai tersebut. Di tingkat akhir gedung Museum Tsunami Aceh, difungsikan sebagai escape building atau penyelamatan diri ketika tsunami terjadi lagi di masa yang akan datang (mudah-mudahan tidak terjadi lagi yaa). Tingkat atap ini tidak dibuka untuk umum di karenakan mengingat konsep keselamatan dan keamanan. Dari tingkat atap ini, hampir keseluruhan daerah Kota Banda Aceh dapat terlihat dari atas gedung.

Saya pernah dengar dengan kata-kata ini " bencana tidak bisa di hindari, ia datang dengan tiba-tiba tanpa kita sangka. Namun membaca firasat atau tanda dari alam sekitar adalah sangat penting" dengan itu kita perlu terus menambah wawasan tentang kebencanaan, sehingga jika ada hal-hal yang terjadi kita mampu meminimalkan korban jiwa dan kerugian material. 

Dengan demikian Museum Tsunami adalah salah satu tempat menambah ilmu selain berfungsi sebagai tempat wisata yang megah di bumi seuramoe meukah. Akhirnya, saya bersama kawan-kawan turun ke lantai dasar untuk mengambil tas di tempat penitipan tas, lalu makan di kantin bawah dan melaksanakan shalat Ashar di mushalla yang telah di sediakan di lantai dasar Museum. 


Resto
(Sumber: Dok. Pribadi)
Mushalla  
(Sumber: Dok. Pribadi)

Dan saat ini kami tidak bisa pulang ke rumah dulu, dikarenakan di daerah Kota Banda Aceh saat ini lagi musim hujan. Sambil menunggu hujan reda, kami menikmati kembali suasana di Museum Tsunami. 

Hari pun mulai gelap, gema adzan magrib mulai terdengar melalui pengeras suara di Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh. Penelusuran tentang tempat wisata Museum Tsunami Aceh, yang memiliki sejarah di dalamnya harus di akhiri. Sudah saatnya saya kembali untuk menunaikan ibadah shalat magrib.

Demikian feature atau cerita pengalaman yang saya buat semoga artikel ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan kepada pembaca umumnya. Semoga dengan adanya artikel ini, saya berharap agar dapat memberikan informasi yang akurat tentang objek wisata Museum Tsunami Aceh yang ada di Kota Banda Aceh dan semoga dapat menjadi referensi bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Kota Banda Aceh. Pesan saya, cintailah wisata-wisata yang ada di Aceh khususnya dan yang ada di Indonesia umumnya. Seperti kata pepatah Aceh "mate aneuk meupat jeurat, gadoh adat pat ta mita (Meninggal anak kita tahu kuburnya, hilang adat di mana kita cari) ". AYO KE MUSEUM TSUNAMI ACEH.. 


                                                                                 ***

       (Sumber: Dok. Pribadi)              
Lantai dasar gedung Museum Tsunami Aceh
(Sumber: Dok. Pribadi)
 
(Sumber: Dok. Klik disini)
                       
(Sumber: Dok. Klik disini)

 
Tampak dari kejauhan Gedung Museum Tsunami Aceh yang Meugah di Bumi Seuramoe Meukah
(Sumber: Dok. Klik disini)

Video: Museum Tsunami Aceh (Sumber: Dok. Pribadi)  


Thanks for your comment